Jumat, 02 Februari 2024

Kisah Khutbah dan Buah Favorit




Depok, Jumat, 11:11 WIB

Langit Depok memancarkan sinar mentari pagi yang hangat, menyapa hari Jumat penuh berkah. Saya, dengan semangat khusyuk, meluncur di atas motor menuju Masjid At Taubah, Gardenia Residence, untuk menjalankan tugas sebagai khatib. Tak disangka, petualangan inspiratif menanti di sepanjang jalan, mengantarkan saya pada renungan mendalam tentang kehidupan.

Persimpangan Jalan dan Dilema Pilihan

Di persimpangan Jl Tole Iskandar, keraguan melanda. Belok kiri atau kanan? Dua pilihan terbentang di depan mata, bagaikan dua jalan kehidupan yang menanti untuk dilalui. Dalam hitungan detik, saya memutuskan untuk belok kanan, mengikuti intuisi yang menuntun langkah kaki.

Namun, setelah 300 meter melaju, keraguan kembali menggerogoti. Sesuatu terasa janggal. Ketidakpastian menyelimuti hati. Sejenak, saya berhenti dan merenungkan kembali pilihan saya. Benarkah ini jalan menuju masjid?

Putar Balik dan Menemukan Jalan yang Benar

Dengan penuh kesadaran, saya putar balik arah. Keteguhan hati mengantarkan saya kembali ke persimpangan tadi, siap untuk memilih jalan yang benar. Kali ini, dengan keyakinan yang lebih kuat, saya belok kiri.

Keajaiban di Masjid dan Berkah yang Tak Terduga

Tepat pukul 11:43, saya tiba di Masjid At Taubah. Disambut hangat oleh seorang tamir masjid muda, saya menunaikan shalat sunnah dua rakaat, memanjatkan doa memohon kelancaran dalam menyampaikan khutbah.

Suasana masjid semakin hidup menjelang shalat Jumat. Jemaah berbondong-bondong datang, memenuhi ruangan dengan aura kesyukuran dan kekhusyukan. Tepat pukul 12:09, saya berdiri di mimbar, menyampaikan khutbah tentang Isra Miraj, perjalanan Nabi Muhammad SAW yang penuh keajaiban.

Seusai shalat Jumat, saya berpamitan dengan para jemaah, bersiap untuk kembali ke rumah. Namun, sebuah kejutan tak terduga menanti. Tamir masjid memberikan saya sebuah bungkusan plastik berisi nasi, lauk, kerupuk, dan empat buah kecapi.

Renungan Sepanjang Jalan Pulang

Empat buah kecapi, favorit saya sejak kecil, kini tergeletak di pangkuan saya. Buah manis nan sederhana ini, bagaikan simbol keajaiban hidup. Terkadang, seperti perjalanan keliling pertigaan tadi, kita bisa tersesat, terjebak dalam pilihan yang salah. Namun, dengan kesadaran dan keteguhan hati, kita selalu memiliki kesempatan untuk putar balik, menemukan jalan yang benar, dan meraih kebahagiaan.

Filosofi Kecapi dan Kehidupan

Setiap alunan kecapi, bagaikan melodi kehidupan yang penuh liku. Ada nada tinggi, ada nada rendah. Ada kebahagiaan, ada kesedihan. Namun, di balik setiap nada, selalu terselip pesan dan hikmah.

Salah jalan bukanlah akhir dari segalanya. Justru, di balik kesalahan, terdapat kesempatan untuk belajar dan berkembang. Keberanian untuk putar balik dan kembali ke jalan yang benar, itulah kunci untuk meraih kebahagiaan dan kesuksesan.

Empat buah kecapi, bukan hanya camilan lezat, tetapi juga pengingat bahwa dalam setiap perjalanan hidup, selalu ada keajaiban dan berkah yang menanti. Kita hanya perlu membuka hati dan terus melangkah maju dengan penuh keyakinan.

Epilog

Petualangan kecil di persimpangan Jl Tole Iskandar menjadi pengingat berharga bagi saya. Bahwa dalam hidup, kita akan selalu dihadapkan pada pilihan. Terkadang, kita bisa salah jalan. Namun, dengan kesadaran dan keteguhan hati, kita selalu memiliki kesempatan untuk putar balik dan menemukan jalan yang benar.

Empat buah kecapi, simbol sederhana yang sarat makna. Buah manis yang mengingatkan saya bahwa di balik setiap kesalahan, selalu ada kesempatan untuk belajar dan menemukan kebahagiaan.

Selasa, 16 Januari 2024

Rumah Tua di Depan Rumah Misbah


Pada setiap tanggal 15, kami, anggota paguyuban pedagang tahu dan tempe, berkumpul untuk acara arisan. Paguyuban ini telah berdiri kokoh selama 10 tahun terakhir, dengan jumlah anggota yang kini mencapai 35 orang.

Tepat pada tanggal 15 Januari kali ini, kami berkumpul di rumah Pak Misbah Munir yang beralamat di Jl. H. Amin No.90, RT.4/RW.2, Lenteng Agung. Perjalanan kami menuju lokasi dilakukan dengan konvoi naik motor. Setibanya di rumah Pak Misbah, kami disambut hangat olehnya.

Ternyata, awal masuk gerbang kami dibuat kaget, di bagian belakang rumahnya ada 30 ekor sapi, dan susu dari sapi-sapi tersebut dikirimkan ke koperasi. Selain itu, Pak Misbah juga membuka majlis taklim untuk ibu-ibu setiap hari Ahad sore. Tak hanya itu, kegiatan seni baca Al-Quran juga diadakan untuk anak-anak setiap Kamis sore. Pengajar taklim untuk ibu-ibu adalah istri dari Habib Ali Tebet, sementara seni tilawah Quran diasuh oleh kakaknya, yang juga merupakan juara dalam berbagai lomba seni tilawah Quran tingkat nasional.

Kami semua terkagum-kagum melihat ruangan tempat kami berkumpul. Dipenuhi dengan berbagai tropi piala yang tersebar di satu lemari. Misbah menceritakan bahwa semua piala tersebut adalah hasil dari berbagai lomba yang dimenangkan oleh kakak-kakaknya dalam seni tilawah Quran tingkat nasional. Tidak hanya piala, tapi kakaknya juga menerima hadiah umroh dan haji.

Acara arisan kami dimulai pukul 21:15 dan berakhir pada pukul 22:15. Acara diawali dengan tahlil yang dipimpin oleh Bapak Syamsuri, dilanjutkan dengan sambutan dari Ketua Paguyuban, Bapak Supardi. Setelah itu, kami menikmati obrolan santai sambil menikmati kue dan teh manis.

Sebelum kami pamit, kami merasa senang bisa berkunjung ke rumah Pak Misbah. Rumahnya nyaman, dan keunikan lainnya adalah adanya sungai Ciliwung di sebelah kanan rumahnya sekitar 30 meter. Di depan rumah Misbah, terdapat sebuah rumah tua dan kosong. Saya penasaran dan bertanya, "Rumah itu milik siapa?" Misbah menjawab, "Itu rumah kosong sudah lama, merupakan warisan keluarga. Namun, setiap ahli waris tidak bisa sepakat apakah rumah tersebut akan dijual atau disewakan." Owalah...

Jumat, 29 Desember 2023

Jejak Kacamata di Mimbar

Hari Jumat itu, suasana di Masjid Baitul Iman, perumahan Maharaja Sawangan Depok, begitu khusyuk. Khutbah Jumat hari itu diisi olehku, menggantikan Ustad Abi Iwan yang berhalangan karena tugas di Indramayu. Tema khutbah kali ini adalah "Refleksi Akhir Tahun." Jamaah tampak antusias, wajah-wajah penuh semangat menyimak kata-kata yang disampaikan.

Khutbah berjalan lancar, doa-doa pun mengalir tulus dari hati yang merindukan keberkahan di akhir tahun. Setelah shalat selesai, aku lantas pamit pulang, berharap khutbah ini dapat memberikan inspirasi dan ketenangan bagi jamaah.

Namun, takdir berkata lain. Baru saja sampai di gerbang masuk perumahan, sekitar 50 meter dari masjid, aku merasa ada yang kurang. Matapun seketika membulat ketika aku menyadari bahwa handphone dan kacamataku tertinggal di dalam masjid. Tanpa pikir panjang, aku langsung putar arah menuju masjid.

Langkahku terasa berat, seiring rasa khawatir yang memenuhi hati. Berbagai pikiran negatif muncul, mempertanyakan apakah masih ada orang di dalam masjid, atau apakah barang-barangku sudah diambil orang. Dengan hati yang berdebar, aku melangkah masuk ke masjid.

Saat masuk, sejuknya ruangan masjid tak lagi menyentuh hatiku. Aku menuju mimbar dengan langkah hati-hati. Alhamdulillah, di atas mimbar itu, tergeletak dengan rapi handphone dan kacamataku. Sebuah rasa syukur dan lega menyelimuti diriku.

Di sudut masjid yang sunyi itu, aku merenung. Bagaimana nikmatnya kejernihan hati yang tak tergantikan oleh kekhawatiran dunia. Rasa syukurku seolah bertambah ketika aku menyadari bahwa di tempat yang sepi sekalipun, kebaikan masih menyelimuti hati orang-orang yang beriman.

Langkahku meninggalkan masjid kali ini lebih ringan. Aku berjalan kembali ke gerbang dengan senyuman di bibir. Momen itu mengajarkan padaku bahwa terkadang, di tengah kesibukan dan kegembiraan, kita perlu melambat dan merenung, merasakan ketenangan, dan bersyukur atas nikmat kecil yang seringkali terlewatkan.

Dari perjalanan pulang itu, aku membawa lebih dari sekadar handphone dan kacamata. Aku membawa kisah tentang kebaikan, kejujuran, dan keberkahan di masjid Baitul Iman, sebuah cerita singkat yang menjadi pengingat betapa indahnya hidup ketika kita merenung dan bersyukur.

Jumat, 08 Desember 2023

Kisah Jumat yang Menginspirasi di Medialand Tower

Hari Kamis pagi, pukul 5, telepon dari Ustadz Abi Iwan. "Bang, bisa gantikan khutbah Jumat di Medialand Tower besok?" ujar Ustadz Abi Iwan.

"Siap, Ustadz. Saya akan hadir," jawab saya sembari mencatat alamat dan detailnya.

Sore harinya, istri saya, dengan senyum ramah, menyodorkan beberapa baju dan kain. "Ini, pilih yang cocok buat khutbah besok ya, Bi."

Hari Jumat, jam 10:10, saya meluncur dari Depok dengan motor. Sampai di Medialand Tower jam 11:05, satpam ramah menyambut dan menunjukkan tempat parkir serta pintu masuk masjid di lantai 6.

Rama, pengurus masjid yang hangat, menemani saya. "Selamat datang, Ustadz. Saya Rama, dari Pasar Baru."

Jamaah satu per satu datang, mayoritas karyawan ekspedisi Si Cepat, penyewa gedung. Jam 12:00, saya naik mimbar dengan tema "Refleksi Diri Akhir Tahun 2023." "Waktu adalah pedang. Jika kau tidak pandai memainkannya, maka ia akan memotongmu," pesan saya.

Setelah shalat, saya berbincang dengan Pak Syafii, takmir masjid yang ceria. "Sulit, Ustadz, tapi tak terlalu sulit. Baru setahun jadi takmir, banyak suka duka," ucapnya.

"Saya yakin, Pak. Jika kita menolong agama Allah, Allah pasti menolong kita," titip saya pesan pada Pak Syafii.

Pak Syafii, yang tinggal dekat Ancol, berkeluarga dengan dua anak yang sudah SMP, menceritakan perjalanannya sebagai takmir masjid.

Jam 12:40, saya pamit keluar gedung. Tertahan di portal parkir karena harus pakai e-money.

Pulang lewat Kuningan, belok kiri ke arah Pancoran, langit tiba-tiba gelap. Dari Volvo ke PS Minggu, hujan deras mengguyur. Namun, dari Lenteng Agung hingga Depok, cuaca tetap cerah.

Sampai di Depok pukul 13:40, saya tersenyum. Sebuah hari yang sederhana, tapi penuh inspirasi dan kehangatan di Masjid Medialand Tower.

Jumat, 06 Oktober 2023

Kenangan di Rumah Nenek Rogayah


Sejak kecil, rumah nenek adalah tempat tinggalku. Sehari-hari, nenekku menjual beragam makanan lezat seperti lontong isi kentang, buras plus oseng kelapa, singkong goreng, pisang goreng, tahu isi, dan lain sebagainya. Sebelum fajar menyingsing, kayu bakar sudah menyala di dapur nenek untuk memasak aneka kue tersebut. Setelah shubuh, beberapa ibu-ibu datang untuk mengambil kue-kue tersebut guna dijual keliling kampung.

Rumah nenek terletak dekat dengan masjid. Pada pagi hari Jumat, nenek sibuk membersihkan, menyapu, dan menggelar karpet sebagai persiapan bagi para bapak-bapak yang akan melaksanakan shalat Jumat. Di depan rumah nenek, terdapat pasar tumpah yang dikenal sebagai pasar Ciplak. Banyak pedagang yang menjual berbagai perabot rumah tangga, sayuran, buah-buahan, baju, dan sebagainya. Hobinya nenek adalah berbelanja piring dan gelas.

Setelah pulang ngaji, aku sering jajan martabak di pasar ini. Harganya waktu itu masih sangat terjangkau, martabak seharga 100 rupiah, dan bakso seharga 300 rupiah, walaupun itu sudah termasuk kelas bakso mewah. Nenek juga menjadi guru ngaji. Setelah maghrib, saya dan teman-teman ngaji di rumah nenek. Di malam Jumat, kami membaca surat Yasin, Al-Mulk, dan Al-Waqiah. Setelah ngaji, nenek selalu menyediakan bubur kacang ijo untuk kami nikmati.

Pada tahun 1995, nenek meninggal. Aku menyaksikan bagaimana nenek menghadapi sakaratul maut dengan tenang. Meskipun tubuhnya lemah, lisannya masih mampu mengucapkan kalimat tauhid. Kini, nenek tidak ada lagi, namun kenangannya tetap hidup. Beliau telah banyak berjasa dalam hidupku.

Oh iya, namanya adalah Hj. Rogayah binti H. Mughni. Marilah kita bacakan doa untuk beliau, semoga amal baiknya menjadi penerang dalam kuburnya, dan beliau dimasukkan dalam barisan orang-orang yang diridhoi oleh Allah SWT. Aamiin.

Jumat, 29 September 2023

Haji Edo

Haji Edo duduk di beranda rumahnya yang sederhana, melihat langit senja yang memerah. Sudah bertahun-tahun lamanya perjuangan hidupnya, berawal dari pilihan sulit di masa remaja. Ayahnya menawarkan dua pilihan, sekolah di pesantren dengan menjual dua ekor sapi, atau sekolah umum. Haji Edo memilih sekolah umum dan memutuskan merawat sapi-sapi itu dengan penuh ketekunan.

Dari dua ekor sapi itu, ternyata ketekunan Haji Edo membawa hasil gemilang. Sapi-sapi itu berkembang menjadi 60 ekor, menjadi kebanggaan keluarganya. Tidak hanya itu, setiap hari Haji Edo berkeliling dari satu komplek perumahan ke komplek perumahan lainnya, menawarkan susu murni. Meski banyak yang menolak, ada juga yang menjadi pelanggan setia. Sukses bisnis susu murni pun membawa kehidupan mereka naik turun.

Namun, takdir berkata lain. Di tahun 2020, pandemi Covid-19 datang dan merenggut kesejahteraan keluarga Haji Edo. Bisnis susu sapi merosot, harga pakan sapi melambung, dan biaya operasional terus merangkak naik. Pukulan berat datang ketika Haji Edo terkena penyakit stroke, membuatnya tak lagi mampu mengurus sapi-sapinya. Akhirnya, semua sapi dijual.

Tidak hanya itu, ujian terberat menyapa keluarga ini. Hasan, anak sulung yang penuh potensi, jatuh sakit parah dan meninggalkan keluarganya dalam kesedihan. Hasan yang harus dirawat inap karena sakit lambung, membuat keluarga menghadapi kenyataan yang berat. Haji Edo, walaupun dalam keadaan lemah, terus menguatkan hatinya dan keluarganya.

Tahun 2023 tiba, Hasan meninggalkan dunia ini. Satu istri dan dua anak ditinggalkan, meninggalkan Haji Edo dengan tanggung jawab yang semakin berat. Anak pertama baru duduk di kelas satu SMA, sedangkan anak kedua masih duduk di kelas tiga SD.

Haji Edo tetap tegar dan yakin bahwa ujian demi ujian adalah cara Allah SWT meninggikan derajat manusia. Dalam kesedihan dan kesulitan, keluarga ini tetap bersatu dan membangun kekuatan dari dalam. Kebersamaan dan keyakinan pada takdir-Nya membuat mereka terus berjalan, menghadapi setiap ujian dengan hati yang tegar dan penuh harap. Sebab, setiap cobaan membawa hikmah yang tak terduga, dan kehidupan terus mengajarkan arti keikhlasan dan keberanian.

Rabu, 20 September 2023

Yusuf dan Zia: Puluhan Tahun Cinta dan Iman

Pada bulan Januari 2004, di sebuah restoran di Jakarta Selatan, dua jiwa yang akhirnya akan bersatu pertama kali bertemu. Mereka adalah Yusuf dan Zia, yang dipertemukan oleh seorang teman bernama Kang Asep. Saat pertemuan pertama itu, tidak ada yang tahu bahwa ini akan menjadi awal dari sebuah perjalanan cinta yang penuh inspirasi.

Mereka berdua mulai bertukar cerita, berbagi impian, dan menemukan banyak kesamaan dalam pandangan hidup mereka. Tidak butuh waktu lama bagi cinta mereka untuk tumbuh. Pada bulan Februari 2004, Yusuf memberanikan diri untuk melamar Zia, dan dengan senyuman bahagia, Zia menerima lamaran itu.

Pernikahan mereka di Masjid Al Istiqomah, Tegal Parang, Jakarta Selatan, pada tanggal 9 Mei 2004, adalah awal dari petualangan yang indah. Mereka berdua memiliki impian besar: untuk membangun keluarga yang penuh dengan cinta dan iman.

Setahun setelah pernikahan mereka, pada tanggal 24 Mei 2005, Allah memberkahi mereka dengan kehadiran anak pertama, Khairul Mufid. Kelahiran anak pertama ini mengisi rumah mereka dengan tawa dan cinta yang melimpah. Anak kedua, Chairina Taqiyyah, lahir pada tanggal 6 Februari 2008, diikuti oleh Khairul Anam pada tanggal 11 Desember 2011, dan Khairul Hibban pada tanggal 29 Januari 2015. Keluarga mereka semakin lengkap dengan setiap kelahiran anak.

Namun, perjuangan mereka belum selesai. Yusuf dan Zia memiliki impian besar untuk menjadikan anak-anak mereka sebagai para penghafal Quran. Mereka berdua tekun dalam mendidik anak-anak mereka tentang agama dan bahasa Al-Quran. Zia, yang lulus dengan gelar S1 dalam psikologi, fokus mengajar tahsin Quran kepada anak-anak mereka, sementara Yusuf, yang bekerja di industri penerbitan buku, memberikan dukungan penuh dalam memfasilitasi proses belajar mengajar ini.

Mereka berdua tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi mereka selalu saling mendukung dan menginspirasi satu sama lain. Dengan iman yang kuat dan tekad yang bulat, mereka berharap Allah akan memudahkan jalan mereka.

Pada tanggal 25 April 2023, keluarga mereka semakin lengkap dengan kelahiran anak kelima mereka, Chairina Zidna Ilma. Keluarga yang penuh dengan cinta, ketabahan, dan tekad ini menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang di sekitar mereka.

Sekarang, setelah 20 tahun pernikahan yang penuh berkah, Yusuf dan Zia masih memiliki impian besar untuk keluarga mereka dan generasi mendatang. Semoga Allah senantiasa memberkahi perjalanan cinta dan iman mereka, dan semoga mereka terus menjadi inspirasi bagi banyak orang yang melihat kesatuan, kebahagiaan, dan ketabahan mereka. Aamiin.


Kisah Khutbah dan Buah Favorit

Depok, Jumat, 11:11 WIB Langit Depok memancarkan sinar mentari pagi yang hangat, menyapa hari Jumat penuh berkah. Saya, dengan semangat khus...